Jumat, 13 November 2009

GEMPA:

RAHMAT, UJIAN ATAU AZAB ?

Saya teringat akan mengenai bencana besar yang kerap melanda tanah air. Mulai dari gempa dan tsunami di Nangro Aceh Darussalam dan Nias, tsunami Flores, gempa Yogyakarta, Bengkulu, Kepulauan Mentawai, Jawa Barat, Bali, dan terakhir Padang, Pariaman dan sekitarnya.

Ke depan kita juga masih di ancam oleh gempa-gempa selanjutnya karena memang posisi Indonesia di kelilingi oleh lempeng-lempeng bumi yang setiap saat bergeser dan dapat menimbulkan gempa tektonik. Tambahan pula kita berada di cincin gunung berapi yang bertebaran dari Sabang sampai Papua.

Belum lagi banjir bandang dimana-mana saat musim hujan, tanggul jebol seperti di Situgintung, kebakaran hutan hampir merata di seluruh tanah air saat musim panas, kebakaran hunian kumuh. Ini masih ditambah dengan serangan berbagai penyakit menular berbahaya sekaligus mematikan, seperti TBC, diabetes, lever dan hepatitis, HIV-AIDS, busung lapar, gizi buruk. Tak kalah mematikannya virus DBD, cikungunya, flu burung dan flu babi.

Pertanyaannya, berbagai bencana yang menghiasi kehidupan bangsa ini tersebut apakah sebagai bentuk rahmat Allah, ujian atau azab?

Terus terang, memang tidak mudah untuk menjawabnya, karena memang detil informasi soal apa yang terjadi sebenarnya sebelum gempa di Padang dan Pariaman, tidak terlalu jelas. Yang tahu persis adalah warga Padang dan Pariaman yang terkenal soleh dan taat kepada Allah itu sendiri.
Ingat, bencana sebagai daur ulang kehidupan manusia dan alam semesta dengan durasi tertentu dapat berubah menjadi bencana yang menelan korban nyawa yang amat banyak. Itu karena disebabkan oleh tidak-terkelolanya risiko yang merupakan fungsi dari kerentanan multisektoral.

Karena itu, bencana alam harus mendesak manusia untuk lebih memahami kekuatan alam (the power of nature) mekanisme fisika, dan metabolisme bumi. Peristiwa bencana semestinya membuat manusia semakin sadar pentingnya iptek, tertib lingkungan dan kepekaan sosial.

Sayang, negeri yang besar dan sangat rentan bencana alam ini tidak memiliki peralatan cukup yang memungkinkan prakiraan dini seperti gempa bumi, sehingga bisa mencegah korban lebih besar. Negeri ini tidak lagi punya dana cukup yang bisa dialokasikan untuk mitigasi dan manajemen risiko. Dalam mengantisipasi letusan Gunung Merapi, misalnya, pernah terdengar keluhan pemerintah daerah tentang keterbatasan dana.

Lepas dari itu semua, bencana adalah bukan suatu kebetulan. Sebagaimana kelahiran, kematian, rezeki dan jodoh, sudah dicatat oleh Allah di lauful mahfudz. Sehingga semua sudah diremot oleh Allah


Informasi langit"

Tapi untuk tidak berspekulasi terlalu membela atau terlalu menghukum warga kota Padang dan Pariaman yang sedikitnya meninggal 1.100 orang dalam gempa berkekuatan 7,9 skala Richter (bukan 7,6) tersebut, lebih baik kita mengonfirmasinya lewat Al Quran dan Sunnah.

“Aku tinggalkan dua perkara, yang apabila engkau berpegang teguh kepada keduanya, maka engkau tak akan tersesat selama-lamanya. Dua perkara itu adalah Al Quran dan Sunnah,” demikian pidato Rasulullah pada haji wada (haji terakhir) sebelum beliau wafat.

Berdasarkan Al Quran dan Sunnah, paling tidak Allah punya tiga sikap soal bencana yang menimpa orang-orang beriman dan orang-orang kufur.

Pertama, bencana sebagai rahmat. Allah menyampaikan dalam Al Quran, “Dan tetapkanlah untuk kami kebaikan di dunia ini dan dikhirat. Sungguh kami kembali (bertaubat) kepada Engkau. (Allah) berfirman, ‘Siksa-Ku akan aku timpakan kepada siapa yang Aku kehendaki dan; rahmat-Ku meliputi segala sesuatu. Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku bagi orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orangorang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. 7: 155-156)

Di masa Rasulullah saw. pernah terjadi bencana dan wabah. Aisyah r.a. menanyakan soal wabah itu. Terutama, keadaan orang-orang beriman yang terjebak di daerah bencana. Rasulullah saw. mengatakan bahwa wabah tha’un (kolera) merupakan siksa Allah yang dikirimkan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Tetapi, Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi para hamba-Nya yang beriman. Maka, seorang mukmin yang berada di daerah yang kejangkitan wabah itu, jika sabar dan ikhlas karena ia mengerti tidak akan terkena wabah itu kecuali kalau memang sudah ditakdirkan Allah baginya, maka Allah akan mencatat baginya pahala seorang mati syahid. (HR. Bukhari).

Hikmah dari jenis bencana pertama ini, bahwa bencana tetap akan menimpa orang beriman. Namun bencana itu ditimpakan sebagai tanda rahmat Allah karena setelah orang-orang beriman mati langsung diganjar surga atas keimanannya dimasa lalu. Sementara buat orang beriman yang masih hidup tetap dihitung sebagai rahmat, dengan catatan bila mereka bersabar dan ikhlas.

Kedua, bencana sebagai ujian. Di zaman Nabi Musa a.s., sempat terjadi gempa, gempa dimaknai beliau sebagai teguran berat. Tujuh puluh orang terpilih dikumpulkan Nabi Musa untuk melakukan pertaubatan. Seperti itulah yang diungkapkan Al Quran dalam surah Al-A’raf ayat 155 hingga 156.

"Dan Musa memilih tujuh puluh orang dari kaumnya untuk (memohon taubat kepada Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan. Ketika mereka ditimpa gempa bumi, Musa berkata, Ya Tuhanku, jika Engkau kehendaki, tentulah Engkau binasakan mereka dan aku sebelum ini. Apakah Engkau akan membinasakan kami karena perbuatan orang-orang yang kurang berakal di antara kami? Itu hanyalah cobaan dari-Mu. Engkau sesatkan, dengan cobaan itu siapa yang Engkau kehendaki dan Engkau beri petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki. Engkaulah pemimpin kami, maka ampunilah kami dan berilah kami rahmat. Engkaulah pemberi ampun yang terbaik.”

Jadi, hikmah bencana jenis kedua ini benar-benar sebuah ujian. Oleh karena ujian orang beriman bisa lulus dan bisa tak lulus, mereka yang lulus ditandai dengan pertobatan atas segala dosa dan kesalahannya.

Ketiga, bencana sebagai azab. Di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, pernah terjadi gempa besar. Orang-orang panik. Korban pun berjatuhan. Beberapa saat setelah kejadian itu, Khalifah menyampaikan pesannya. "Kalian suka melakukan bid’ah yang tidak ada dalam Al Quran, sunah Rasul, dan ijma (kesepakatan umum) para sahabat Nabi, sehingga kemurkaan dan siksa Allah turun lebih cepat (dari seharusnya)." (Sunan Al-Baihaqi diriwayatkan oleh Shafiyah binti Ubaid)

Ucapan itu begitu menarik. Tanpa tedeng aling-aling, Umar r.a. langsung menghubungkan antara bencana dengan dosa orang sekitarnya. Bagaimana mungkin sebuah negeri yang masih banyak dihuni para sahabat Rasul yang saleh, dipimpin langsung oleh Umar yang begitu dekat dengan Rasul, bisa mendapat bencana karena kemaksiatan.

Pesan Umar itu akan lebih terasa tajam jika bencana terjadi pada diri umat saat ini. Tentu, dosa-dosa umat saat ini jauh lebih besar dibanding zaman para sahabat Rasul dan sahabat. Di masa itu, nyaris tidak ada kemusyrikan. Tidak ada perzinahan. Tidak ada korupsi dan penindasan. Sementara di zaman ini, hampir semua potensi kebaikan tercemari limbah nafsu duniawi.

Bencana menurut Umar bin Khaththab, walaupun di sekelilingnya banyak orang
saleh, terjadi karena pelanggaran terhadap nilai-nilai ajaran Islam. Bencana adalah teguran Allah swt. agar hamba-hambanya bisa kembali kepada kebenaran.

Paling tidak, ada lima dosa besar yang menyebabkan Allah menurunkan bencana sebagai azab.

Pertama, dosa syirk. Allah menyebut syirk sebagia kezaliman yang besar (surat Lukman 13) dan Nabi saw. menyebutnya sebagai suatu kabair (dosa besar). Entah itu syirk pada akidah dan bukan pada perbuatan. Seperti menyembah berhala: keris, kalung, cincin, jimat, harta, tahta, wanita, senjata, dan lainnya

Kedua, minuman keras. Abu Darda bercerita bahwa Rasulullah bersabda: "Janganlah kamu musyrik kepada Allah walaupun kamu dipotong atau dibakar, jangan tinggalkan shalat dengan sengaja, jangan minum minuman keras, karena meminumnya membuka segala kejelekkan dan bencana." (HR Ibnu Majah dan al-Baihaqi).

Umumnya minuman keras menjadi penyebab kemaksiatan, karena orang yang meminumnya akan kehilangan akal dan kesadarannya, lalu melakukan bebragai kemaksiatan, mempraktekkan semua dosa, meruntuhkan kehormatan dan mengantarkannya kepada kejahatan dan kedurhakaan. Dalam dunia modern, alkoholisme telah disepakati sebagai masalah sosial yang serius.

Penelitian menyebutkan, alkohol telah dihubungkan dengan hampir setengah jumlah kematian dan luka-luka parah yang diakibatkan oleh kecelakaan mobil setiap tahun, kira-kira 50% dari semua pembunuhan, 40% dari semua perampokan, 35% dari semua perkosaan, 30% dari semua peristiwa bunuh diri.

Kira-kira satu dari tiga orang yang ditangkap di Amerika diakibatkan oleh minuman keras. Kerugian ekonomi akibat minuman keras diperkirakan lebih dari US$75 miliar setiap tahun, umumnya efisiensi kerja, kecelakaan serta biaya yang harus dikeluarkan untuk merawat para pecandu minuman keras.
Setiap tahun terjadi 200.000 kasus alkoholisme di Amerika pada 1975-an, angka itu telah berlipat menjadi 1.000.000 tiap tahun pada 2005 (US News and World Report).

Ketiga, perjudian, al-Quran menyindir minuman keras dan perjudian dipergunakan setan untuk menimbulkan permusuhan dan kebencian. Di Amerika para penjudi telah menghabiskan tabungannya, menelantarkan keluarganya, tidak membayar tagihan dan meminjam uang dari kawan atau perusahaan. Ujung-ujungnya beredar cek kosong, korupsi merajalela, perbuatan ilegal untuk mendapatkan uang, dan dihantui keyakinan bahwa satu saat nasibnya akan berubah dan akan mendapatkan kembali apa yang sudah diambilnya.

Penelitian di AS menyebut, umumnya para penjudi menunjukkan gejala mudah tersinggung, cenderung marah, dan teralienasi dari kawan-kawannya. Alhasil, para penjudi tak lagi dapat mengendalikan akal sehatnya dan kehilangan rasa malunya, dan ini berujung pada mudahnya malakukan tindak kejahatan.

Celakanya, banyak kekayaan emir-emir di Arab yang dipertaruhkan di meja-meja judi baik di Los Angeles, Monte Carlo, Genting Island, Singapura, Macau dan lainnya. Ali Sadikin hingga menjelang wafatnya masih memimpikan Indonesia memiliki lokasi perjudian besar di Kepulauan Seribu. Na'udzubillah!

Keempat, perbuatan zina, al-Quran menyebut zina sebagai perbuatan keji dan jalan keluar yang paling jelek (al-Isra 32). Selain mendatangkan kemurkaan Allah, perzinaan dapat menyebabkan keruntuhan penjagaan Allah dan datangnya bencana.

Nabi bersabda: "Seorang anak Adam tidak melakukan pekerjaan yang lebih keji di sisi Allah selain membunuh nabi atau imam, merusak Kabah, dan mencurahkan air maninya pada perempuan yang haram." (al-Bihar 79:20). "Wahai Ali, dalam perzinaan ada enam bencana, tiga di dunia dan tiga di akhirat. Adapun yang di dunia ialah hilangnya kehormatan (ingat kasus Yahya Zaini dan Maria Eva), cepatnya pembinasaan, dan terputusnya rezeki. Adapun di akhirat ialah pemeriksaan yang berat, kemurkaan Allah, dan kekekalan di neraka." (al-Bihar 77:58).

Kelima, kezaliman, yakni perbuatan menindas orang lain. Biasanya kezaliman dilakukan oleh orang yang punya kelebihan sumberdaya, finansial maupun politik dan kekuasan. Pengusaha yang membayar upah buruhnya dengan murah, tak membayar THR, pejabat yang merampas hak dasar rakyat, mencegah rakyat mengaktualisasikan diri, membungkam mulut rakyat, menutup peluang bagi rakyat untuk meningkatkan kesejahteraan hidup.

Kezaliman dalam bentuk apapun, merusak sendi-sendi integrasi sosial. Kezaliman mendehumanisasikan anggota masyarakat. Dalam suasana kezaliman, setiap orang berusaha menzalimi orang lain. Orang merasa lebih bermartabat kalau bisa menzalimi orang lain. Kekerasan kemudian menjadi norma, dan kasih sayang menjadi asing. Pada waktu itu rubuhlah bangsa dan negara.

"Sesungguhnya telah kami binasakan generasi-generasi sebelum kamu karena mereka melakukan kezaliman." (Yunus 13).

Pertanyaannya, adakah dari lima dosa besar tersebut terjadi di tanah air? Adakah salah satunya hinggap pada diri kita?

Yang jelas kelima dosa besar tersebut telah terjadi di negeri Saba yang dalam sekejap mengubah citra negeri Saba yang makmur menjadi Saba yang penuh bencana. Apakah Indonesia sebagai negeri yang sebelumnya gemah ripah lohjinawi telah memasuki fase seperti negeri Saba?
Melihat tanda-tanda zamannya yang mirip dengan negeri Saba, perbuatan dosa yang dilakukan, bencana yang terjadi, seperti mengkonfirmasi bahwa semua itu telah terjadi di sini. Persoalannya, apakah nasib Indonesia akan lenyap sebagaimana nasib negeri Saba?

Rahmat, ujian atau azab?

berhubungan dengan Gempa Padang Pariaman,, apakah itu rahmat, ujian atau azab, tampaknya memang sulit untuk menjawabnya. Karena memang hanya Allah dan masing-masing korban yang paling tahu posisinya.

Harus diakui Sumatera Barat adalah kota yang ekstrim, disatu sisi bisa melahirkan orang soleh seperti Buya Hamkah dan M. Natsir, pada saat yang sama bisa melahirkan orang sosialis dan bahkan atheis semisal Tan Malaka, Syahrir dan lainnya.

Bencana memang tidak akan pilih kasih. Apakah di situ ada orang saleh atau penikmat maksiat. Semua akan kena. Semua akan merasakan kedahsyatannya. Cuma bedanya, orang kafir merasakannya sebagai azab. Sementara orang mukmin sebagai rahmat Allah swt. Dengan catatan: sabar dan ikhlas.

Namun, Allah swt. mengingatkan agar orang-orang beriman berupaya keras melakukan perbaikan. Seorang mukmin tidak dibenarkan membiarkan kemaksiatan membudaya di lingkungannya. Karena ketika siksa datang, siapa pun akan terkena kedahsyatannya. Termasuk orang-orang yang beriman.

Allah swt. mengingatkan hal itu dengan sebutan fitnah. Firman Allah, swt. dalam surah Al-Anfal ayat 25, "Dan peliharalah dirimu dari fitnah (siksaan) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksa-Nya."

Fitnah memang punya beberapa arti. Ia bisa berarti siksaan seperti tersebut di surah ke-85 ayat 10. Fitnah juga berarti ujian seperti di surah ke-29 ayat 2 dan 3: Juga berarti kemusyrikan, dalam surah ke-8 ayat 39, dan lain-lain.

Ketika bencana sudah terjadi, besar atau kecil, seorang mukmin harus bersikap positif. Ia tidak mengeluh, apalagi menggugat: Allah tidak adil!" (QS. 89: 15-16)
Mungkin buat kita yang pengetahuannya amat terbatas, adalah lebih baik mengirimkan doa sebagai berikut:

Ya Allah, Engkau yang menguasai langit dan bumi Tanpa izin-Mu tak akan terjadi apa bencana di muka bumi Nyawa kami masih ada, nafas masih Engkau berikan sepanjang hari Kami sadar, bahwa musibah yang terjadi karena banyak dosa yang kami lakukan Kami sadar, ya Allah, ampunilah kami semua Berilah ampunan kepada kami, keluarga kami, negeri yang kami cintai ini Ulurkan rahmat dan ampunanmu ya Allah Jangan kau azab kami karena kesalahan dan kealpaan kami Berikan kami kesempatan untuk memperbaiki negeri ini Ya Allah, kami mohon Saudara kami yang telah Engkau wafatkan, wafatkanlah dengan ampunanmu Terima disisi-Mu ya Allah, dan berikanlah surga-Mu untuk mereka Berikanlah kami dan para pemimpin kami kepandaian mengambil hikmah Dari bencana yang telah Engkau kirimkan Ya Allah, Kabulkanlah doa kami